Menikah Harus Mengikuti Kata Hati, Bukan Kata Orang Lain

Ilustrasi./Copyright unsplash.com

Dahulu ketika saya belum mempunyai pasangan selalu dicerca ratusan bahkan ribuan pertanyaan, “Kapan punya pacar?” Dan sekarang pun masih tetap sama. Setelah saya telah memiliki pasangan namun rupanya tak kunjung usai pertanyaan “kapan” itu. Kali ini pertanyaan “kapan nikah? Cepetan loh ntar keburu tua. Mau nih jadi perawan tua." Sumpah sangat kesal sekali dicerca pertanyaan berulang-ulang setiap harinya. 

Pernikahan bagi saya itu adalah sebuah hal yang sakral. Terjadi sekali seumur hidup, mengikat janji sehidup semati di hadapan Tuhan. Bukan hanya perkara senang saja namun perkara sulit pun harus dilewati bersama-sama. Pernikahan butuh proses mulai dari persiapan mental, fisik, materi maupun batin. Kebanyakan orang berpikir bahwa menikah itu adalah akhir dari kisah cinta yang manis. Namun, rupanya tidak. Pernikahan adalah awal dari sebuah kehidupan. Kehidupan membangun maghligai rumah tangga secara bersama-sama baik suka maupun duka.

Ilustrasi./Copyright unsplash.com

Saya dapatkan jawaban itu bermula ketika saya bertemu secara tidak sengaja dengan perempuan yang umurnya lebih muda daripada saya. Kami bertemu di dalam sebuah bus ketika saya baru pulang kantor. Sebut saja namanya D. D membawa serta anak laki-lakinya yang baru berusia 5 tahun. Di dalam bus D nampak begitu kesulitan menggendong si kecil yang lagi tidur.

Merasa kasihan, akhirnya saya menawarkan bantuan supaya anaknya ditelantangkan saja. Saya bersedia meminjamkan bagian paha saya untuk kaki anak itu. Kebetulan jarak rumah saya masih jauh. D begitu cantik dan manis. Sampai saya bertanya-tanya didalam hati kenapa D yang masih muda seperti ini sudah memiliki anak. Dengan penuh keberanian dia menceritakan sedikit sepenggal kisah masa lalunya. Masa lalu yang menurutnya kelam.

Saat itu umur D baru 17 tahun. Masih muda sekali saat itu. D terjerumus dalam pergaulan yang salah. D akhirnya harus mengorbankan harta yang paling berharga kepada seorang laki-laki yang dulunya pacar D. D saat itu tidak pernah memikirkan akibat yang harus ditanggungnya. Dahulu D juga sempat berpikir untuk menikah di usia yang matang. Namun, apa daya jika nasi sudah bubur. D dikeluarkan dari sekolah karena ketahuan hamil di luar nikah.

Ilustrasi./Copyright unsplash.com

Pacar D yang seharusnya bertanggung jawab kini melarikan diri entah kemana. Rasa malu, sedih, kecewa dan frustasi telah D alami. Pernah terpikir olehnya untuk bunuh diri. Namun, kejadian itu dicegah oleh seorang laki-laki. Laki-laki itu adalah tetangganya D. Entah kenapa laki-laki itu mau mengakui dan bersedia menikahi D. Padahal bukan dia pelakunya.

Setelah menikah kehidupan D mulai membaik. D merasa beruntung mendapatkan suami yang sayang dan siaga menjelang kelahirannya. Akhirnya, anak yang dikandung D lahir ke dunia. Betapa senangnya suami D padahal anak itu bukan darah dagingnya. D sampai menitikkan air mata jika mengingat hal itu. Rasa bahagia karena memiliki keluarga lengkap hanya berlangsung sesaat.

Suami D meninggal karena sebuah penyakit. Saat itu hatinya hancur sampai D disuruh menikah lagi agar anaknya punya seorang ayah lagi. Tapi, D sudah berjanji kepada almarhum suaminya untuk tidak menikah lagi dan memilih membesarkan anak semata wayangnya. Terbukti dari kaburnya D ketika dipaksa menikah lagi. D lebih memilih meninggalkan kampung halamannya bersama anaknya untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik lagi. Saya yang mendengarnya saja tidak kuat membayangkan hidup D yang begitu keras sampai saya menitikkan air mata. Sungguh perempuan yang luar biasa.

Ilustrasi./Copyright unsplash.com

Setelah D bercerita tentang kisah hidupnya, saya pun bercerita tentang masalah yang kini saya hadapi yaitu banyaknya yang bertanya kapan saya menikah. Dan D pun hanya tersenyum mendengar cerita saya. Singkat cerita, akhirnya kami berdua sampai di tempat tujuan masing-masing.

Sebelum berpisah D sempat memberikan nasihat kepadaku, “Menikahlah jika kau merasa sudah siap lahir dan batin serta menikahlah dengan laki-laki yang baik. Laki-laki yang akan membawamu pada kebahagiaan bukan kesengsaraan. Jangan dengarkan kalimat orang yang selalu bertanya kapan menikah. Jika kau bosan ditanya hal yang sama seperti itu terus menerus katakan saja doakan saja yang terbaik. Hidup, mati, rezeki dan jodoh rahasia Tuhan. Jika Tuhan berkehendak pasti akan terlaksana segera. Tak usah kau pusingkan hal yang tak perlu dipikirkan. Ini jalanmu. Ikuti kata hatimu.“ Kalimat yang barusan D ucapkan sangat menohok hatiku.

Seharusnya dari dulu saya berkata seperti itu kepada orang-orang yang selalu menyindirku. Kini saya yakin bahwa akan ada masanya Tuhan memberikan jawaban dari setiap kegalauan hati. Asal ada niat pasti akan terlaksana dengan segera. Saya juga yakin menikah itu bukanlah sebuah perlombaan namun kesiapan hati untuk hidup bersama hingga ajal menjemput.



sumber:vemale.com

Belum ada Komentar untuk "Menikah Harus Mengikuti Kata Hati, Bukan Kata Orang Lain"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel